Studi yang digagas perusahaan konsultan komunikasi global Burson-Marsteller “2011 Asia Pacific Corporate Social Media Study” menyatakan, sebanyak 80 persen perusahaan di Asia yang terdaftar di The Wall Street Journal’s Asia 200 Index telah memiliki akun di sosial media. Angka ini meningkat 40 persen dibandingkan 2010 lalu.
Namun hal ini masih sulit diterapkan dalam kebudayaan yang masih menganut kepercayaan, bahwa tatap muka secara langsung masih jauh lebih penting dibandingkan interaksi melalui Facebook.
-- Bob Pickard
Saat ini, dengan pertumbuhan signifikan menurut data tersebut, perusahaan-perusahaan terkemuka di Asia itu berada di posisi yang tidak berbeda jauh dengan perusahaan yang termasuk dalam daftar Fortune 100. Tercatat, 84 persen dari perusahaan tersebut menggunakan kanal sosial media untuk pemasaran dan komunikasi korporasinya.
"Fakta, bahwa penggunaan sosial media di perusahaan multinasional Asia yang telah meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu ini menggarisbawahi sebuah kesempatan bagi komunikasi korporasi global pada platform digital yang berbasis di Asia," ujar Bob Pickard, Presiden dan CEO Burson-Marsteller Asia Pasifik.
"Perusahaan-perusahaan di Asia kini tengah mengadopsi pendekatan dari Barat, namun hal ini masih sulit diterapkan dalam kebudayaan yang masih menganut kepercayaan, bahwa tatap muka secara langsung masih jauh lebih penting dibandingkan interaksi melalui Facebook," katanya.
Temuan utama dari studi ini menemukan fakta, bahwa 81 persen dari perusahaan terkemuka di Asia yang mempunyai akun sosial media, meningkat dua kali lipat dari jumlah di tahun 2010 dan sejalan dengan 84 persen perusahaan global yang tercantum di daftar Fortune 100.
Sebanyak 31 persen dari perusahaan itu menggunakan sedikitnya tiga kanal sosial media, yang meningkat tiga persen dari tahun lalu. Sebanyak 30 persen dari perusahaan menggunakan jejaring sosial untuk pemasaran dan komunikasi korporasi dan meningkat 20 persen dari tahun lalu. Fakta lainnya adalah, 28 persen dari perusahaan menggunakan micro-blog (twitter) untuk pemasaran dan komunikasi korporasi, meningkat 18 persen dari tahun lalu.
Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan di Asia terus menggunakan media sosial untuk mendorong berita dan informasi kepada para pengguna, bukan terlibat dalam sebuah diskusi. Sebanyak 33 persen aktivitas di seluruh Asia Pasifik berfokus pada media dan influencer outreach, dibandingkan dengan interaksi melibatkan topik-topik perusahaan seperti CSR atau Thought Leadership. Hanya sembilan persen dari perusahaan yang disurvei menggunakan blog perusahaan untuk pemasaran dan komunikasi, meskipun blog sebenarnya dapat membantu untuk menjelaskan topik-topik yang kompleks.
"Perusahaan-perusahaan di Asia pada saat ini memiliki perspektif yang tidak memadai dan sumber daya untuk mengembangkan dan melindungi brand mereka dengan cara-cara strategis, terstruktur, dan terukur dalam sosial media," ujar Charlie Pownall, Lead Digital Strategist Burson-Marsteller untuk Asia Pasifik.
"Para pengambil keputusan di perusahaan-perusahaan di Asia mengantisipasi krisis yang berkembang dari web-based crisis dan dampak terhadap bisnis mereka dalam 12 bulan ke depan. Oleh sebab itu, kami menyadari adanya fokus lebih tajam dalam pengelolaan reputasi yang proaktif dan partisipasi lebih tinggi dalam pembicaraan online di masa mendatang," tambahnya.
Kanal video
Sementara itu, persentase dari perusahaan terkemuka di Asia yang memanfaatka kanal video meningkat hingga 50 persen dari 12 persen tahun lalu. Ini masih di bawah rata-rata global, yaitu 57 persen, seperti dikemukakan oleh Fortune 100 Social Media Check-up.
Saat ini, video telah menjadi sangat populer di internet dan dapat dengan mudah menciptakan percakapan. Tetapi, sebagian besar dari saluran video perusahaan tersebut digunakan untuk sarana pemasaran produk.
"Untuk menjangkau para pemangku kepentingan saat ini, perlu evolusi dalam pemanfaatan kata-kata dan ritme pemasaran ataupun komunikasi korporasi," ujar Bob Pickard.
"Terlebih lagi, perusahaan harus bisa mengadopsi pola pikir yang memprioritaskan aktivitas mendengar dan bertindak secara transparan. Dan, mereka juga harus mengerti cara menanggapi komentar negatif yang diekspresikan secara terbuka yang dapat menyebar dan meningkat lebih luas," katanya.
Adapun Studi Sosial Media Burson-Marsteller mengulas dan menganalisa kegiatan sosial media yang dilakukan 120 perusahaan besar di 12 pasar di Asia Pasifik; Australia, Cina, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand. Survei terhadap perusahaan-perusahaan ini termasuk 10 perusahaan besar dari masing-masing negara seperti yang terdaftar di Wall Street Journal Asia 200 Index pada tahun 2010.
Burson-Marsteller Asia Pasifik merupakan perusahaan konsultasi untuk komunikasi di Asia Pasifik dan internasional. Perusahaan ini beroperasi di wilayah Asia-Pasifik sejak tahun 1973, Burson-Marsteller Asia Pasifik hingga hari ini memiliki 35 kantor dan afiliasi di 16 negara yang terintegrasi ke dalam jaringan operasional global di 98 negara.
Tidak ada komentar: