Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pelaksanaan moratorium atau penghentian sementera pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor informal ke Arab Saudi, efektif per 1 Agustus 2011. Moratorium ini dilakukan hingga pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi memiliki kesepakatan yang menjamin perlindungan, pemberian hak-hak, dan hal lain yang diperlukan para tenaga kerja Indonesia di negara tersebut. Presiden juga menginstruksikan adanya pengawasan terhadap lembaga-lembaga pengirim tenaga kerja ke negara-negara penempatan.
"Saya juga meminta, berkaitan dengan moratorium, para warga negara Indonesia untuk patuh dan tidak berupaya sendiri-sendiri, mencari jalan pintas untuk nekad," katanya pada jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (23/6/2011).
Sementara itu, terkait moratorium ke negara-negara Timur Tengah lainnya, Presiden mengatakan akan menunggu evaluasi oleh tim terpadu yang dikomandani Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Saat ini, kata Presiden, tim sedang bekerja. Tim tersebut pada waktunya akan memberikan rekomendasi kepada Presiden mengenai kebijakan moratorium TKI ke negara-negara Timur Tengah lainnya.
Secara terpisah, Menakertrans Muhaimin Iskandar, seusai jumpa pers, mengatakan, pihaknya akan melakukan sosialisasi instruksi Presiden terkait moratorium ke 38 daerah yang menjadi kantong perekrutan tenaga kerja Indonesia di sektor informal. Kemenakertrans juga akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pengawasan di bandar udara.
Tak hanya itu, Muhaimin mengatakan, kementeriannya akan meningkatkan program-program pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah yang menjadi kantong perekrutan tenaga kerja Indonesia. Program tersebut misalnya mengenai kewirausahaan, pelaksanaan transmigrasi, dan lainnya.
Saat ini, sedikitnya 1,5 juta TKI bekerja di Arab Saudi dan mengirim devisa sedikitnya 2,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 21,4 triliun) pada 2010. Arab Saudi merupakan negara tujuan kedua terbesar setelah Malaysia. Total ada 6 juta TKI di luar negeri dan pada 2010 mereka mengirim devisa 7,1 miliar dollar AS (sekitar Rp 64,6 triliun). Sepanjang Januari-Mei 2011, terdapat 2.000 kasus TKI di Arab Saudi dengan 100 orang di antaranya korban penganiayaan berat, seperti Sumiati binti Saan Mustapa yang mencuat September 2010.
Pada 2010, ada 5.000 kasus TKI dengan 600 orang di antaranya meninggal dunia. Kasus terbesar merupakan gaji tidak dibayar (80 persen), pelecehan seksual, hilang kontak dengan keluarga bertahun-tahun, dan meninggal tanpa keterangan yang memadai. Pada Januari-Mei 2011 saja sedikitnya 364 TKI putus komunikasi dengan keluarga di Tanah Air. Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur menjelaskan, ada dua sistem hukum yang berlaku di Arab Saudi, yaitu hukum khusus dan publik. Hukum khusus merupakan hak keluarga untuk menuntut hukuman setimpal atau mengampuni perbuatan pidana terhadap anggota keluarga mereka.
"Raja pun tidak bisa campur tangan karena sepenuhnya hak keluarga. Jika keluarga memaafkan, baru pelaku bisa dihukum lima tahun atau 10 tahun penjara," ujarnya.
Tidak ada komentar: